Tausiyah Ustadz Abu Bakar Ba'asyir (6)

Tausiyah Ustadz Abu Bakar Ba'asyir (6)

1. MUAMALAHNYA WAJIB BERSIH DARI SISTEM HIDUP DAN ADAT ISTIADAT JAHILIAH

Yang dimaksud muamalah ialah amalan dan pergaulan sehari-hari dalam bermasyarakat dengan sesama manusia, seperti: ekonomi, politik, bersosial, perkawinan, bertetangga, bertamu, menerima tamu dan  lain-lain. Syariat Islam sudah lengkap mengandung semua aspek kehidupan baik yang langsung atau tidak langsung. Al-Quranulkarim diturunkan benar-benar untuk menjelaskan semua perkara hidup yang penting.

Allah SWT berfirman:

“ ... dan kami turunkan kepadamu Alkitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta Rahmat bagi orang-orang yang berserah diri”. (An Nahl : 89).
Bahkan semua perkara hidup yang penting tidak ada yang diabaikan oleh Allah SWT dan selalu mendapat penjelasan seperlunya.
Allah SWT berfirman:

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat juga seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu apapun di dalam Alkitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”. (Al An’aam : 38)          

Oleh karena Syariat Islam sudah mencukupi untuk mengatur semua aspek kehidupan yang antara lain muamalah manusia, dan oleh karena hanya Syariat Islam saja yang benar dan lurus seperti yang difirmankan oleh Allah SWT:

“Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Alkitab (Al Quran). Dan kitab yang diturunkan kepadamu dari pada Tuhanmu itu adalah benar, akan tetapi kebanyakan mausia tidak beriman kepadanya”. (Ar Ra’du : 1)

Maka Allah SWT memerintahkan agar manusia hanya mengikuti dan mengamalkan Syariat Dinul Islam saja dan melarang mengikuti Syariat-Syariat lainnya yang bertentangan dengan Syariat Islam.

Allah SWT berfirman:

“Dan bahwa yang kami perintahkan ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”. (Al An’aam 153)

Ini berarti Umat Islam diperintahkan agar mengamalkan Syariat Islam secara murni dan bersih tidak tercampur dengan cara-cara dan ajaran-ajaran serta tatanan jahiliah di dalam mengatur Muamalah / bermasyarakat. Rasulullah SAW memperingatkan bahwa nanti diakhir zaman umat Islam banyak yang mengikuti Sunnah kaum Yahudi dan Nasrani, yakni antara lain cara muamalahnya sudah tidak murni dan tidak bersih lagi, tercampur dengan cara-cara hidupnya kaum Yahudi dan Nasrani.

Hal ini diterangkan dalam sabda Beliau SAW:

“Diriwayatkan dari Abi Saih r.a. bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda: ‘Kamu nanti pasti akan mengikuti sunnah-sunnah (tata cara muamalah dan adat istiadat) orang-orang Kafir sebelummu sejengkal demi sejengkal dan sedepa demi sedepa, bahkan walaupun mereka melewati liang dzob (sejenis biawak) kamu pasti ikut melewatinya’. Kami (para sahabat) bertanya; ‘Ya Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nasrani?’. Beliau menjawab: ‘Siapa lagi”. (HR Muslim)

Apa yang diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam Hadist tersebut diatas, sekarang sudah banyak nampak dan kita saksikan, yakni Muamalah Umat Islam sekarang ini banyak yang mengikuti cara-cara orang Yahudi dan Nasrani. Misalnya: cara berekonomi memakai riba (bank ribawi), cara berpolitik dan bernegara memakai sistem demokrasi dan asas kebangsaan / nasionalisme meninggalkan sistem Khilafah dan asas Al Qur’an dan Sunnah, cara berpakaian meniru mereka, cara perkawinan dengan bersanding dan bercampur baur lelaki dan wanita yang bukan mahromnya meniru upacara perkawinan orang Kristen, merayakan ulang tahun kelahiran bahkan ada yang disertai dengan meniup lilin seperti adat orang Kristen, membuat rumah dengan tidak ada pemisahan antara tempat tamu laki-laki dan wanita, mengurus jenazah dengan menabur bunga dan membuat karangan bunga apabila yang meninggal seorang militer dengan disertai upacara militer, kuburannya diberi bangunan dan kadang-kadang dipasang foto si mati, ini semua cara-cara menyelenggarakan jenazah yang diamalkan orang Kristen dan Yahudi yang sama sekali bertentangan dengan Sunnah Nabi SAW dalam mengurus jenazah dan lain-lain muamalah yang bertentangan dengan tuntunan syariat dan Sunnah Nabi SAW.

Muamalah Sesama Mukmin dan Muamalah dengan Orang Kafir

Allah SWT menciptakan manusia pada hakekatnya hanya terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:

1.             Kelompok orang-orang yang beriman kepada Allah dan kepada seluruh Rasul-Rasul Nya, termasuk nabi Muhammad SAW. Kelompok ini dinamakan kaum Muslimin / kaum Mukminin.

2.             Kelompok orang-orang:

a.             Yang mengingkari Allah SWT.

b.            Mengimani adanya Allah SWT tetapi menyekutukanNya dengan mahlukNya.

c.             Mengimani adanya Allah SWT dan seluruh Rasul-Rasul Nya kecuali Nabi Muhammad SAW diingkari dan didustakan sebagai Rasul Allah.

           Kelompok ini semua disebut kaum Kafirin / Musyrikin.

Ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:
“Dialah yang menciptakan kamu maka diantara kamu ada yang kafir dan diantara kamu ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (At Taghaabun : 2)

Kaum Muslimin dan kaum Mukminin ditetapkan oleh Allah SWT sebagai Hisbullah, yakni kelompok pengikut Dinullah.

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari pada Nya. Dan dimasukkan Nya mereka kedalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) Nya. MEREKA ITULAH GOLONGAN ALLAH (HISBULLAH). Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung”. (Al Mujaadilah : 22) .

Dan firman-Nya lagi:
“Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya (pemimpinnya) maka sesungguhnya pengikut agama Allah (Hisbullah) itulah yang pasti menang” (Al Maaidah :  56)

Adapun kaum Kafirin (orang-orang Kafir) ditetapkan oleh Allah SWT sebagai: HISBUSYAITAN, yakni kelompok pengikut syeitan dan juga menjadi musuh Allah dan musuh kaum Muslimin / kaum Mukminin.
Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:

“Syeitan telah menguasai mereka (kaum Kafir) lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah mereka itulah GOLONGAN SYEITAN (HISBUSYEITAN). Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan syeitan itulah golongan yang merugi”. (Al Mujaadilah : 19)

Dan firman Nya lagi:
“Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikatnya, rasul-rasul Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya ALLAH ADALAH MUSUH ORANG-ORANG KAFIR” (Al Baqaraah : 98)

Dan firman Nya lagi:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu SYEITAN-SYEITAN (DARI JENIS) MANUSIA DAN (DARI JENIS) JIN ....” (Al An’aam : 112)

Dan firman-Nya lagi:
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu (kaum Kafir) menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir rasul dan mengusir kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu ....” (Al Mumtahanah : 1)

Muamalah Sesama Mukmin

Orang-orang Mukmin seluruh dunia dinyatakan oleh Allah SWT sebagai satu saudara yang kesatuan dan persaudaraan mereka diikat oleh dua kalimat Syahadat.
Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:
“Bahwa sesunguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Al Hujuraat : 10)

Dan Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh mendholimi dan membiarkannya di dholimi” (HR Muslim)

Maka muamalah sesama orang Mukmin / Kaum Muslimin adalah muamalah persaudaraan yang garis besarnya diatur oleh Allah SWT dan Rasul Nya sebagai berikut:

1.             Seorang Mukmin / Muslim wajib bersikap lemah lembut dan berkasih sayang kepada saudara Mukmin dan saudara Muslim lainnya. Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia, adalah keras tehadap orang-orang kafir, TETAPI BERKASIH SAYANG SESAMA MEREKA (sesama mukmin) ... “(Al Fat-h : 29)

Dan firman Nya lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Nya, YANG BERSIKAP LEMAH LEMBUT TERHADAP ORANG MUKMIN, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir ...” (Al Maa-idah : 54)

2.             Orang Mukmin wajib berwala’ yakni selalu menolong, melindungi, membela saudara Mukmin lainnya terutama mereka yang berhijrah di negerinya.

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:
“Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain .....” (At Taubah : 71)

Dan firman Nya lagi:
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (kaum ansor) sebelum kedatangan mereka (kaum Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin) dan mereka (kaum Ansor) mengutamakan orang-orang Muhajirin atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al Hasyr : 9)

Dan firman Nya lagi:
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia”. (Al Anfaal : 74)

3.             Orang orang beriman wajib mengangkat pemimpin hanya sesama orang beriman, hal ini diterangkan oleh Allah dalam firman Nya:

“Sesungguhnya penolong kamu (pemimpin-pemimpin kamu) hanyalah Allah, Rasul Nya, DAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk kepada Allah”. (Al Maa-idah : 55)

Dan firman-Nya lagi:
 “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (penolong dan pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin ...” (Ali ‘Imran : 28)

Keterangan:

Dalam ayat surat Ali Imran tersebut diatas menyatakan bahwa orang beriman wajib mengambil sesama Mukmin menjadi Wali (pemimpinnya).

4.             Orang-orang beriman hendaklah selalu mendoakan dan memintakan ampun dosa-dosa saudara Mukmin lainnya, baik yang masih hidup maupun sesudah matinya.

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (yakni orang-orang beriman sesudah periode kaum Muhajirin dan Ansor), MEREKA BERDOA: “YA TUHAN KAMI, BERI AMPUNLAH KAMI DAN SAUDARA-SAUDARA KAMI YANG TELAH BERIMAN LEBIH DAHULU DARI KAMI, DAN JANGANLAH ENGKAU MEMBIARKAN KEDENGKIAN DALAM HATI KAMI TERHADAP ORANG-ORANG YANG BERIMAN; YA TUHAN KAMI SESUNGGUHNYA ENGKAU MAHA PENYANTUN LAGI PENYAYANG”. (Al Hasyr : 10)

Rasululah SAW bersabda:
“Jika salah seorang (Mukmin/Muslim) mendoakan saudaranya (sesama Mukmin/Muslim) yang ghaib (yakni jauh tempatnya sehingga tidak kelihatan) malaikat berkata; ‘Amin dan bagi kamu juga demikian”. (HR Abu Daud dari Abu Darda’)

Kalau ziarah atau melewati kuburan orang-orang mukmin hendaklah mengucapkan salam dan do’a sebagai berikut:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ إِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ أَنْتُمْ فَرَطُنَا وَ نَحْنُ لَكُمْ تَابِعٌ وَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَ لَكُمُ الْعَافِيَةَ (رواه أحمد ومسلم)

Artinya: Semoga kesejahteraan atas kamu sekalian wahai ahli kubur kaum mukmin dan kaum muslim dan insya Allah kami akan menyusul kamu sekalian, kamu sekalian telah mendahului kami dan kami akan mengikuti kamu kami mohon kepada Alloh kemaafan untuk kami dan untuk kamu sekalian. (HR. Ahmad dan Muslim)

5.             Orang-orang beriman dilarang menggunjing, menjelekkan, membuka aib dan rahasia sesama orang beriman terutama kepada orang Kafir.

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (sesama mukmin) dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (Al Hujuraat : 11)

Dan firman-Nya lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain ...” (Al Hujuraat : 12)

Dan firman-Nya lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia YANG KAMU SAMPAIKAN KEPADA MEREKA (BERITA-BERITA MUHAMMAD) ...” (Al Mumtahanah : 1)

6.             Orang beriman wajib merasa ikut sedih dan sakit karena musibah kesusahan yang menimpa saudara seiman dimana saja, maka dia hendaklah berusaha menolong untuk melepaskannya dari musibah dan kesusahan yang menimpa saudara seimannya. Paling sedikit menolong dengan doa.

Hal ini diterangkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:
“Sesungguhnya hubungan orang Mukmin dengan Mukmin lainnya adalah seperti hubungan kepala dengan anggota seluruh badan. Seorang Mukmin akan merasa sakit karena sakitnya Mukmin lainnya sebagaimana badan merasa sakit karena sakit pada kepala”. (HR Ahmad dari Sahal bin Sa’at Asaidi’)

7.             Apabila terjadi perselisihan sesama Mukmin harus segera diadakan Islah.

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya ....” (Al Hujuraat : 9)

Demikianlah antara lain Allah dan Rasul-Nya mengatur muamalah sesama Mukmin.

Muamalah dengan Orang Kafir

Oleh karena orang Kafir ditetapkan sebagai musuh Allah SWT dan musuh orang-orang beriman, maka muamalah antara orang-orang Mukmin dan orang-orang Kafir adalah muamalah permusuhan yang diatur oleh Allah SWT secara garis besar sebagai berikut:

1.             Orang-orang beriman wajib bersikap keras terhadap orang-orang kafir, maksudnya tegas menyatakan kebathilan kepercayaan dan Dien orang Kafir dan menyatakan berlepas diri dari kepercayaan itu dan tidak bersedia melunak sedikitpun serta mengingkari dan tidak meridhoi oleh karenaya orang beriman tidak boleh mengucapkan selamat atau menghadiri upacara-upacara ritual mereka.

Hal ini diterangkan oleh Allah dalam firman Nya:

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka (musyrik / kafir); SESUNGGUHNYA KAMI BERLEPAS DIRI DARI KAMU DAN DARI APA YANG KAMU SEMBAH SELAIN ALLAH, KAMI INGKARI (KEKAFIRAN) MU DAN TELAH NYATA ANTARA KAMI DAN KAMU PERMUSUHAN DAN KEBENCIAN BUAT SELAMA-LAMANYA SAMPAI KAMU BERIMAN KEPADA ALLAH SAJA ...” (Al Mumtahanah : 4)

Dan firman-Nya lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Nya (kaum mukminin), yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mukmin YANG BERSIKAP KERAS TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR ....” (Al Maa-idah : 54)

Dan firman-Nya lagi:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia ADALAH KERAS TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR, tetapi berkasih sayang sesama mereka ...” (Al Fath : 29)

2.             Orang-orang beriman wajib membenci dan tidak mengambil orang-orang Kafir sebagai Wali yakni kawan akrab, pelindung, pemimpin dan orang kepercayaan.

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, SALING BERKASIH SAYANG DENGAN ORANG-ORANG YANG MENENTANG ALLAH DAN RASULNYA, SEKALIPUN ORANG-ORANG ITU BAPAK-BAPAK, ATAU ANAK-ANAK, ATAU SAUDARA-SAUDARA ATAU KELUARGA MEREKA ...“ (Al Mujaadilah : 22)

Dan firman-Nya lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa diantara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim” (At Taubah : 23).

Dan firman-Nya lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebahagian mereka adalah pemimpin dari sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk keada orang-orang yang dhalim” (Al Maaidah : 51).


Dan firman-Nya lagi:
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin, pelindung, kawan akrab, penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena siasat memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya, dan hanya kepada Allah kembalimu”. (Ali Imran : 28)

Dan firman-Nya lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (Kafir) karena mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya” (Ali Imran : 118)

3.             Orang beriman boleh berbuat baik dan berbuat adil dan tidak mengganggu harta, kehormatan dan darah orang-orang Kafir yang tidak memerangi Islam dan kaum Muslimin dalam urusan dunia. Tetapi dalam urusan kepercayaan dan ritual orang beriman tetap wajib berlepas diri.

Dua hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (Al Mumtahanah : 8)

Rasululah SAW bersabda dalam Hadist Qudsi:
“Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya Aku haramkan kedholiman atas diriKu dan Aku jadikan ia haram diantara kalian, maka janganlah kalian saling mendholimi” (HR Muslim).

Dan sabda Beliau SAW lagi:
“Barang siapa menyakiti orang Kafir Dzimmi maka aku musuhnya dihari kiamat nanti”. (HR Muslim)

Keterangan:

Kafir dzimmi ialah orang Kafir yang tunduk dibawah kekuasaan Islam dan dia mendapat perlindungan dan perlakuan adil.

Dan orang-orang beriman wajib memutuskan hubungan dan memusuhi orang-orang Kafir yang memerangi Islam dan kaum Muslimin.

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawan-kawanmu orang-orang (kafir) yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan maka mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (Al Mumtahanah : 9)

 Dan firman-Nya lagi:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Al Baqaraah : 190)

4.             Orang Mukmin haram menikahi wanita-wanita musyrik dan haram menikahkan Mukminah kepada laki-laki Kafir, baik Kafir musyrik maupun Kafir ahli kitab (Yahudi dan Nasrani).

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mukminah sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat Nya (perintah-perintah Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (Al Baqaraah : 221)

5.             Orang Mukmin laki-laki boleh menikahi wanita Kafir ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), tetapi masih ada sebagian ulama’ yang tetap mengharamkan. Di samping itu orang mukmin boleh memakan sembelihan ahlul kitab bila menyembelihnya menyebut nama Allah.

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Alkitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi Alkitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzinah dan tidak pula menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (yakni tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi”. (Al Maaidah : 5)

Dan firman-Nya lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada suami-suami mereka orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada suami-suami mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali perkawinan dengan perempuan-perempuan kafir, dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar, dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan Nya diantara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al Mumtahanah : 10).

6.             Orang-orang Mukmin bila berjumpa orang-orang Kafir tidak boleh mendahului memberi salam.

Hal ini diterangkan oleh Rasululah SAW dalam sabda Beliau:
“Janganlah kalian dahului salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani dan jika kalian berpapasan dengan mereka di jalan sempitkanlah dia”. (HR Abu Daud dan Tirmidhi)

7.             Orang Mukmin tidak boleh menyerupai orang Kafir dalam segala aspek kehidupan sampai masalah pakaian, cara perkawinan dan lain-lain adat istiadat, dan masalah memelihara jenggot.

Hal ini diterangkan oleh Rasululah SAW dalam sabda Beliau:
“Barang siapa yang bertasyabuh (menyerupai) suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. (HR Al Bukhari dan Muslim)

Dan sabda Beliau SAW lagi:
“Selisihilah orang-orang Musyrik dan lebatkanlah jenggot dan potong (rapikanlah) kumis”. (HR Al Bukhari dan Muslim)



8.             Orang-orang beriman haram memintakan ampun dosa-dosa orang-orang Kafir, baik yang masih hidup ataupun setelah mati. Tetapi boleh mendoakan mereka agar mendapat hidayah sehingga masuk Islam.

Hal ini diterangkan Allah SWT dalam firman-Nya:
“Tiada sepatutnya bagi Nabi dan orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka jahannam” (At Taubah : 113)

Dan firman-Nya lagi:
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan jenazah seorang yang mati diantara mereka (kaum munafiqin), dan jangan kamu berdiri mendoakan di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik” (At Taubah : 84)

Bahkan orang mukmin kalau melewati kuburan orang kafir diperintah oleh Rasulullah SAW untuk memberi kabar gembira kepada mereka yang dikubur dengan api neraka yang disediakan untuk mereka sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ (رواه البزار و الطبراني)

Artinya: Telah bersabda Rasulullah SAW: Setiap kamu melewati kubur seorang kafir maka berilah dia berita gembira dengan api neraka. (HR. Al Bazzaar dan Ath Thobrooniy)

Demikianlah ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya tentang muamalah antara sesama Mukmin dan muamalah antara Mukmin dan Kafir. Akan tetapi Syariat yang mengatur muamalah tersebut sekarang ini porak-poranda banyak yang dilanggar oleh kaum Muslimin sendiri akibat ideologi sesat demokrasi, nasionalisme, dan kebangsaan yang dicekokkan kepada umat Islam oleh kaum penjajah Kafir Salib, yakni Belanda, dan dilanjutkan oleh kader-kader mereka kaum Sekuler yang menguasai negeri-negeri umat Islam, khususnya Indonesia ini sejak merdeka sampai hari ini. Bahkan akhir-akhir ini di Indonesia, Syariat ini makin terpuruk karena adanya ajaran sesat (PLURALITAS) yang dipopulerkan oleh kaum Murtad Sekuler dan Liberalis. Maka kewajiban kita Umat Islam harus kembali kepada ketentuan-ketentuan Allah SWT dan Rasul Nya secara bersih dan tidak bercampur aduk dengan sistem kehidupan orang-orang Kafir.

9.             Orang mukmin dilarang memakai piring periuk dan gelas yang bekas dipakai orang kafir kecuali terpaksan dan harus dicuci dahulu.

Rosululloh SAW bersabda:

عَنْ أَبِى ثَعْلَبَةَ الخَشْنِى أَنَّهُ قَالَ يَا رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّا بِأَرْضِ أَهْلِ كِتَابٍِ أَفَنَطْبَخُ فِى قُدُوْرِهِمْ وَنَشْرَبُ فِى آنِيَتِهِمْ ؟ فَقَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّ لَمْ تَجِدُوا غَيْرَهَا فَارْحَضُوْهَا بِالْمَاءِ وَاطْبَخُوْا فِيْهَا (رواه أَحمد)

 Artinya: Diriwayatkan dari Abu Tsa’labah Al-Khosyani, dia berkata: Ya Rasulullah, kita sedang berada di bumi ahli kitab, bolehkah kami menanak memakai belanga mereka dan minum dengan bejana mereka? Maka Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab: Kalau kamu sekalian tidak mendaptkan lainnya maka cucilah dia dengan air dan pakailah menanak. (Hr. Ahmad).

عَنْ أَبِى ثَعْلَبَةَ الْخَشَنِيِّ قَالَ أَتَيْتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم فَسَأَلْتُهُ فَقُلْتُ يَارسول الله صلى الله عليه وسلم  قُدُوْرُ الْمُشْرِكِيْنَ نَظْبَخُ فِيْهَا قَالَ لاَ تَطْبَخُوْا فِيْهَا قُلْتُ فَإِنِ احْتَجْنَا إِلَيْهَا فَلَمْ نَجِدْ مِنْهَا بُدًّا قَالَ فَأَرْحَضُوْهَا رَحْضًا حَسَنًاثُمَّ اطْبَخُوْا وَكُلُوْا (رواه ابن ماجة)

 Artinya: Diriwayatkan dari Abu Tsa’labah Al-Khusyaniyi rodliyallohu ‘anhu dia berkata: Saya menjumpai Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, lalu saya bertanya: Ya Rasululah bolehkah kami menanak dalam periuk-periuk orang musyrik? Beliau menjawab: Jangan kalian menanak didalamnya. Maka saya bertanya lagi: Kami sama sekali tidak menjumpai selain dari itu. Beliau menjawab: Kalau begitu cucilah baik-baik dan pakailah menanak dan makanlah. (Hr.Ibnu Majah).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Back To Top