Tausiyah Ustadz Abu Bakar Ba'asyir (2)

Tausiyah Ustadz Abu Bakar Ba'asyir (2)

Pengamalan Dinul Islam tidak boleh dicampur dengan ajaran dan Syariat Dien (agama, ideologi, undang-undang) lainnya, karena sesungguhnya hanya Dinul Islam saja yang diakui oleh Allah SWT sebagai satu-satunya Dien yang paling benar dan satu-satunya Dien yang di Ridhoi disisi Nya, sedang Dien-Dien lainnya semuanya Bathil. Dan semua Dien diluar Dinul Islam ditolak mutlak oleh Allah SWT.

Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Dien yang diridhoi di sisi Allah hanyalah Islam .....” (Ali ‘Imraan : 19)

Dan firman-Nya lagi:
“Barang siapa mencari dien selain dinul Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima dien itu dari padanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi” (Ali ‘Imraan : 85)

Maka Allah SWT memerintahkan semua hamba Nya agar hanya mengikuti jalan Nya (Dien Nya) saja dan melarang mengikuti jalan-jalan (Dien-Dien) lainnya. Allah SWT menerangkan hal tersebut dalam firman Nya:

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan Ku yang lurus, maka ikutilah Dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”. (Al An’aam : 153)

Dan firman Nya lagi:
“kutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran dari pada Nya”. (Al A’raaf : 3 )

Keterangan:
Dua ayat tersebut diatas jelas dan tegas menerangkan bahwa kaum Muslimin wajib mengamalkan Syariat Islam secara bersih dari campuran ajaran / ideologi / tatanan hidup yang bertentangan dengan Islam.

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

AQIDAHNYA WAJIB BERSIH DARI BERBAGAI BENTUK KEMUSYRIKAN.

Aqidah Islamiyyah atau Tauhid adalah merupakan inti dan ruhnya Dinul Islam, yang menentukan diterima dan tidaknya amal seseorang. Peranan aqidah / tauhid dalam Dinul Islam dapat diumpamakan seperti peranan Ruh di dalam badan. Semua anggota badan dapat hidup dan bergerak serta bernilai tinggi sehingga tidak dapat dinilai dengan uang.  Itu semua disebabkan adanya Ruh. Kalau Ruh tersebut tiada lagi maka matilah semua badan dan anggotanya tidak lagi mampu bergerak dan nilainyapun jatuh tiada berharga lagi.

Demikian pula semua pengamalan Syariat Islam akan hidup dan bernilai tinggi di sisi Allah SWT dan akan dapat mewujudkan manfaat di dunia dan akhirat apabila didasari Aqidah / Tauhid yang bersih dari berbagai bentuk kemusyrikan. Tetapi apabila amalan itu semua ditaburi kemusyrikan sehingga rusaklah Aqidah dan tauhid, maka amalan itu semua tidak ada harganya lagi di sisi Allah baik di dunia maupun di akhirat, karena amalan itu sudah mati tidak ada ruhnya lagi dan Allah tidak akan menerima amal yang mati semacam ini.

Maka amal orang Kafir, betapapun baiknya, tidak ada nilainya di sisi Allah SWT sebab ia merupakan amal mati  yang tidak ada Ruhnya yakni, karena tidak didasari Aqidah dan Tauhid. Amal semacam ini oleh Allah diumpamakan sebagai debu yang berterbangan, yakni tidak ada nilainya dan hilang tanpa membawa manfaat baginya.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya:
“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan” (Al Furqaan : 23)

Dalam ayat yang lain, Allah SWT menerangkan bahwa orang Kafir kelak di akhirat tidak menjumpai hasil amal baiknya di dunia sedikitpun.

Hal ini diumpamakan sebagai orang yang kehausan di bawah teriknya panas matahari mengejar fatamorgana yang dikira air. Tetapi sampai di tempat yang tadinya ia melihat ada air, ternyata kosong tiada setetes airpun.

Allah SWT berfirman lagi:
“Dan orang-orang yang Kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya ketetapan Allah disisinya lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitunganNya” (An Nuur : 39)

Bahkan meskipun yang beramal baik itu seorang Muslim tetapi apabila amal itu tidak didasari dan didorong oleh aqidah / tauhid yang bersih, sehingga amal tersebut tercampur dengan bid’ah dan kemusyrikan, maka amal itu tidak akan diterima dan sia-sia di sisi Allah SWT karena diwarnai kemusyrikan dan bid’ah.

Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan Tuhan, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi’” (Az - Zumar : 65)

Maka syarat utama mengamalkan Dinul Islam adalah aqidahnya harus benar-benar dijaga agar bersih dari berbagai bentuk kemusyrikan.

Adapun bentuk-bentuk kemusyrikan yang wajib dibersihkan dari pengamalan Dinul Islam meliputi:

Kemusyrikan karena mempertuhankan binatang / benda-benda.

Maksudnya meyakini bahwa ada sementara binatang / benda-benda yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak mudharot, memberi berkah sehingga dikeramatkan dan dijadikan tempat bergantung untuk mencari berkah, mencapai suatu cita-cita dan mencari keselamatan dari bahaya.

Binatang-binatang / benda-benda yang biasa dipertuhankan itu antara lain; kerbau, sapi, keris, besi kuning, batu akik, kuburan-kuburan para Wali, bintang, jimat, pohon beringin dan lain-lain. Aqidah yang bersih dari kemusyrikan dalam hal ini ialah aqidah yang menanamkan keyakinan bahwa yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak mudharot memberi berkah mencapai cita-cita, menyelamatkan dari bencana dan mengatur tata cara hidup hanya Allah SWT saja, oleh karenanya hanya Allah SWT sajalah tempat bergantung dan meminta pertolongan untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Hal ini diterangkan Allah SWT dalam firman-Nya:

“Jika Allah menimpakan suatu mudharotan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagimu, maka tak ada yang dapat menolak karunia Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki Nya diantara hamba-hamba Nya dan Dia lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Yuunus : 107)

Firman Nya lagi:
 “Jika Allah menimpakan suatu ke mudharotan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya selain Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu” (Al An’aam : 17)

Dan firman Nya lagi:
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa Rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Faathir : 2)

Maka bila aqidah dan ke-Imanan sudah benar-benar bersih dari kemusyrikan, pasti hidup hanya bergantung kepada Allah saja, karena hanya Allah lah tempat bergantungnya seluruh mahluk.

Allah SWT berfirman:
“Katakanlah; Dia lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada Nya segala urusan” (Al Ikhlas : 1 dan 2 )



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Back To Top